Merawat Nafsu dan Amarah Jiwa

Kajian Al-Qur’an tentang emosional tidak terbatas pada telaah karakter, tapi juga faktor. Faktor emosional diterangkan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan kenyataan dan dinamika kehidupan manusia itu sendiri. Sementara hasil penelitian dari ayat-ayat kauniyah yang kemudian menjadi teori psikologi. Ungkapan Al-Qur’an tentang emosi biasanya berupa gambaran tentang perilaku manusia dalam suatu situasi tertentu. Untuk menghadapi era globalisasi sekarang ini, manusia membutuhkan Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk menghadapi berbagai tantangan hidup, tidak terkecuali dunia pendidikan. Dalam ilmu jiwa, akar dari emosi merupakan ketidakpuasan terhadap sesuatu. Emosi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Emosi merupakan daya terampuh yang dimiliki manusia sehingga dapat memberikan warna kepada kepribadian seseorang, aktivitas, penampilan bahkan Kesehatan jiwanya. Emosi merupakan penyambung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan diri secara mendalam, menghubungkan diri sendiri, dengan orang lain serta dengan alam.

Keberadaan emosi dalam diri manusia laksana pisau, dimana pada saat yang bersamaan pisau dapat membantu dan membahayakan. Semisal ketika seseorang menggunakan pisau untuk memotong sayuran, pada saat itu pula pisau dapat melukai tangan seseorang jika tidak berhatihati dalam penggunaanya. Emosi yang dikontrol dengan baik dapat meningkatkan antusias, kepuasan, saling percaya dan komitmen yang pada gilirannya berdampak besar terhadap peningkatan kualitas kehidupan manusia Sebaliknya, sebagaimana yang telah manusia alami, emosi yang tidak terkontrol dengan baik sering berakibat buruk dan merugikan diri manusia itu sendiri maupun orang lain.

Secara aplikatif mengajarkan bagaimana mengendalikan emosi agar melahirkan suatu kecerdasan baru yakni kecerdasan emosional. Contohnya Nabi Muhammad saw. Mengajarkan bagaimana mengendalikan diri dari emosi marah. Salah satu faktor peredam kemarahan adalah relaksasi tubuh dan melepaskan ketegangan. Duduk dan berbaring pada saat marah dapat mengendorkan kondisi tubuh dan bisa mengurangi ketegangan yang diakibatkan oleh rasa marah.

Emosional berfungsi mengarahkan tingkah laku seperti halnya dorongan. Emosi takut, misalnya, akan mendorong untuk mempertahankan diri, terkadang juga mendorongnya bersikap memusuhi. Adapun emosi cinta mendorongnya untuk mendekati obyek yang dicintainya. Alqur’an sendiri menggambarkan berbagai macam-macam emosional yang dirasakan manusia. Seperti cinta, takut, marah benci, sedih, malu, iri, cemburu, dan sombong.

Silverman seorang psikolog, menyatakan bahwa emosi adalah perilaku yang terutama dipengaruhi oleh tanggapan mendalam yang terkondisikan. Menurut Hude bahwa emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta dalam bentuk ekspresi tertentu. Misalnya, emosi senang (joy) yang berkombinasi dengan penerimaan (acceptance) akan melahirkan cinta (love); emosi sedih (sadness) yang berkombinasi dengan kejutan (surprise); melahirkan kekecewaan mendalam (disappointment); cinta (love) berkombinasi dengan marah (anger) melahirkan kecemburuan (jealousy).

Menurut perspektif Islam sendiri, emosional identik dengan nafsu yang dianugerahkan oleh Allah SWT nafsu inilah yang akan membawanya menjadi baik atau jelek, budiman atau preman, pemurah atau pemarah, dan sebagainya. Nafsu dalam pandangan Mawardy Labay elSulthani (dikutip oleh Zulkarnain, Z.: 2018) yang disebutkan dalam bukunya yang berjudul Dzikir dan Do’a Menghadapi marah tersebut, nafsu terbagi dalam lima bagian yaitu:

  1. Nafsu rendah yang disebut dengan nafsu hayawaniyah, yaitu nafsu yang dimiliki oleh binatang seperti keinginan untuk makan dan minum, keinginan seks, keinginan mengumpulkan harta benda, kesenangan terhadap binatang dan juga rasa takut.
  2. Nafsu amarah yang artinya menarik, membawa, menghela, mendorong dan menyuruh pada kejelekan dan kejahatan saja. Nafsu amarah cenderung membawa manusia kepada perbuatanperbuatan yang negative dan berlebih-lebihan.
  3. Nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang perlu mendorong manusia untuk berbuat baik.Ini merupakan lawan dari nafsu amarah. Apa yang dikerjakan nafsu amarah terus ditentang dan dicela keras oleh nafsu lawwamah, sehingga diri akan tertegun sebentar atau berhenti sama sekali dari perbuatan yang dianjurkan amarahnya.
  4. Nafsu mussawilah, yakni merupakan nafsu provokator, ahli memperkosa dan ahli memukau. Di dalam istilah perang, dia diberi julukan dengan koloni kelima, ia berkedudukan menteri kelima di kementerian peperangan dan propaganda. Karena disebut koloni kelima di pihak lawan ia perlu mendapat perhatian yang serius.
  5. Nafsu mutmainnah, artinya kondisi jiwa yang seimbangatau tenang seperti permukaan danau kecil yang ditiup angin, akan jadi tenang, teduh walaupun sesekali terlihat riak kecil, nafsu mutmainnah juga berarti nafsu yang tenang dan tentram dengan berdzikir kepada Allah SWT, tunduk kepada-Nya, serta jinak kala dekat dengan-Nya. (*)

Banyak manusia yang tidak dapat mengendalikan nafsu mereka akhirnya memiliki perilaku hewani. Hal yang utama tampak pada bentuk “amarah” . Hewan memiliki sifat pemarah, jika diganggu dia akan marah, tengoklah beberapa hewan berkelahi bahkan saling bunuh hanya karena memperebutkan makanan, memperebutkan pasangan untuk dikawini, bersinggungan sesama mereka, dan lain sebagainya. Manusia yang tak memiliki iman dan akal sehatpun demikian. Telah banyak nyawa melayang hanya karena perkara-perkara sepele seperti yang demikian.

Kami pernah mendengar orang-orang bercakap perihal kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ). Kecerdasan intelektual ialah kecerdasan fikiran, yang menjadi modal utama seseorang dalam menuntut ilmu. Kecerdasan inilah yang diasah di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Sedangkan kecerdasan emosional ialah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri, dalam memecahkan suatu persoalan, dalam menghadapi orang lain, ataupun dalam pergaulan di masyarakat.

Kalaulah boleh kami menyamakan emosi dengan nafsu, maka kecerdasan emosi ialah suatu kepandaian yang diasah terus menerus dalam menghadapi berbagai macam rupa persoalan dalam hidup ini. Baik itu yang berkaitan dengan diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan sang pecipta. Dalam kecerdasan emosi ini diajarkan mengendalikan diri (mengendalikan nafsu) sehingga dalam pergaulan hidup dengan orang lain tercipta kemesraan (keselarasan, keharmonisan). Disinilah peran iman (spiritual) sebagai pengendali emosi (nafsu). Maka terkadang orang-orang selalu mengaitkan kecerdasan emosi dengan kecerdasan spiritual, sebab kedua hal tersebut saling kait-mengait.

Boleh dikatakan pada saat sekarang ini kebanyak umat Islam lebih cenderung memperturutkan nafsu. Tengoklah tuan, kebanyakan negara-negara Islam merupakan negara miskin yang mengalami kemunduran dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan terutama sekali agama. Tidak ada negara Islam ataupun negara yang memiliki penduduk muslim yang menerapkan hukum-hukum syari’at dalam kehidupan bernegara. Kebanyakan negara Islam menjadikan Barat sebagai kiblat dalam mengatur negara mereka. Maka jadilah Islam diabaikan sebagai sebuah sistim tata negara, dan akhirnya kebanyakan dari rakyatnyapun menjauhkan diri dari agama mereka. Ujungnya ialah, Islam sebagai sebuah bentuk keimanan, sebagai pembeda antara baik dan buruk, pembeda antara yang haq dengan yang bathil menjadi serupa barang tak berguna. Keimanan telah dihilangkan perlahan-lahan dari hati setiap muslim, sehingga nafsu akhirnya mengambil-alih kendali diri mereka.

Semoga kita selalu dapat menahan emosi dan nafsu dalam diri kita dengan mencoba sabar dan ikhlas serta tawakal dengan segala ketentuan takdir dengan demikian kita bisa tenang dalam menjalani kehidupan di masa depan


Wallahu 'alam bishawab



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Merawat Nafsu dan Amarah Jiwa "

Post a Comment